hadits pertemuan ke-15

Nama :Sri noptika siregar
Nim:1920100011
Ruang:pai08

Hadits pertemuan ke-15


حَدَّثَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ قَالَ حَدَّثَنِي عُبَيْدُ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي نَافِعٌ قَالَ حَدَّثَنِي ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَرَضَهُ يَوْمَ أُحُدٍ وَهُوَ ابْنُ أَرْبَعَ عَشْرَةَ سَنَةً فَلَمْ يُجِزْنِي ثُمَّ عَرَضَنِي يَوْمَ الْخَنْدَقِ وَأَنَا ابْنُ خَمْسَ عَشْرَةَ سَنَةً فَأَجَازَنِي قَالَ نَافِعٌ فَقَدِمْتُ عَلَى عُمَرَ بْنِ عَبْدِ الْعَزِيزِ وَهُوَ خَلِيفَةٌ فَحَدَّثْتُهُ هَذَا الْحَدِيثَ فَقَالَ إِنَّ هَذَا لَحَدٌّ بَيْنَ الصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ وَكَتَبَ إِلَى عُمَّالِهِ أَنْ يَفْرِضُوا لِمَنْ بَلَغَ خَمْسَ عَشْرَةَ


(BUKHARI - 2470) : Telah menceritakan kepada kami 'Ubaidullah bin Sa'id telah menceritakan kepada kami Abu Usamah berkata, telah menceritakan kepadaku 'Ubaidullah berkata, telah menceritakan kepadaku Nafi' telah menceritakan kapadaku Ibnu'Umar radliallahu 'anhuma bahwa dia pernah menawarkan diri kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk ikut dalam perang Uhud, saat itu umurnya masih empat belas tahun namun Beliau tidak mengijinkannya. Kemudian ia menawarkan lagi pada perang Khandaq saat itu usiaku lima belas tahun dan Beliau mengijinkanku". Nafi' berkata; "Aku menemui 'Umar bin 'Abdul 'aziz saat itu dia adalah khalifah lalu aku menceritakan Aqil baligh dikatakan menjadi kunci perjalanan manusia dalam menjalankan ibadah muamalah di hadapan Allah SWT, baik ibadah mahdhah maupun ghairu mahdhah seperti kewajiban shalat atau tranksaksi antar manusia.


        Disebutkan dalam kalimat "balagha al-hulum" [QS. al-Nur: 59]. Baligh berarti mengandung kedewasaan seseorang, dalam hal ini adalah kedewasaan fisik yang berada dalam 'mimpi basah'.

Lalu dalam kalimat “balaghû al-nikâh” [QS. al-Nisa`: 6], seseorang yang baligh berarti sudah cukup umur untuk menikah, yang berkutat dengan al-rusyd (cakap dan pandai). Dalam kalimat di surat ini memberi artian tentang kedewasaan seseorang dalam tanggung jawab.

Kemudian kalimat terakhir “balagha asyuddah” [QS. al-Ahqaf: 15, dan QS. al-Qashash: 14]. Dalam kalimat pada surat ini, pandangan seseorang telah dikuatkan, dalam hal ini diartikan dalam konteks kematangan seseorang.batas antara anak kecil dan orang dewasa". Maka kemudian dia menetapkan pegawainya untuk mewajibkan kepada siapa saja yang telah berusia lima belas tahun

          Aqil baligh dikatakan menjadi kunci perjalanan manusia dalam menjalankan ibadah muamalah di hadapan Allah SWT, baik ibadah mahdhah maupun ghairu mahdhah seperti kewajiban shalat atau tranksaksi antar manusia.

Disebutkan dalam kalimat "balagha al-hulum" [QS. al-Nur: 59]. Baligh berarti mengandung kedewasaan seseorang, dalam hal ini adalah kedewasaan fisik yang berada dalam 'mimpi basah'.

Lalu dalam kalimat “balaghû al-nikâh” [QS. al-Nisa`: 6], seseorang yang baligh berarti sudah cukup umur untuk menikah, yang berkutat dengan al-rusyd (cakap dan pandai). Dalam kalimat di surat ini memberi artian tentang kedewasaan seseorang dalam tanggung jawab.

Kemudian kalimat terakhir “balagha asyuddah” [QS. al-Ahqaf: 15, dan QS. al-Qashash: 14]. Dalam kalimat pada surat ini, pandangan seseorang telah dikuatkan, dalam hal ini diartikan dalam konteks kematangan seseorang.

               Allah tidak menjadikan ibadah kepada Allah hanya sebatas ibadah ritual seperti shalat dan puasa saja. Lebih dari itu, setiap aspek dalam kehidupan manusia adalah ibadah. Karena itu, dalam islam dikenal dua jenis ibadah. Yaitu ibadah mahdhah dan ibadah muamalah atau ibadah ghairu mahdhah.

Ibadah mahdhah merupakan bentuk ibadah yang merupakan wujud penghambaan murni seorang hamba kepada Tuhannya. Dalam ibadah mahdhah, seorang hamba seakan terhubung langsung dengan Tuhannya melalui serangkaian ritual ibadah sesuai dengan yang disyariatkan.

Bentuk ibadah mahdhah tidak bisa dilakukan sesuka hati, namun harus sesuai dengan prinsip yang sudah ditetapkan. Ada empat prinsip yang perlu diperhatikan dan wajib dipenuhi dalam menjalankan ibadah mahdhah , yaitu:

*Suatu ibadah mahdhah hanya bisa dilaksanakan jika ada perintah untuk melakukannya. Baik dalam al-Qur’an ataupun sunnah. Dan jika tidak ada dasar perintahnya, maka tidak boleh ditetapkan keberadaannya.

*Selain itu, tata cara dan pelaksanaan suatu ibadah mahdhah juga harus sesuai dengan cara ibadah tersebut dilakukan oleh rasul. Tidak diizinkan adanya improvisasi atau mengada-adakan tata cara tersendiri.

*Ibadah mahdhah bukanlah ibadah yang berada dalam lingkup akal, namun wahyu. Dalam hal ini, akal hanya berfungsi untuk memahami rahasia di balik syariat dari penerapan ibadah tersebut dan bukan untuk menetapkan keabsahannya.

*Setiap ibadah mahdhah dilaksanakan dengan azas ketaatan atau kepatuhan kepada Allah. Karena, pelaksanaan ibadah mahdhah adalah sebagai bukti ketaatan dan penghambaan seorang manusia kepada Tuhannya.

Ibadah-ibadah yang termasuk ibadah mahdhah adalah wudhu, tayammum, mandi hadats, adzan, iqamat, shalat, membaca Al-Qur’an, itikaf, puasa, haji, umrah, dan tajhiz al-Janazah.

          ibadah muamalah adalah ibadah yang dilakukan dalam bentuk menjaga hubungan sesama manusia yang tidak menyalahi aturan Allah. Secara umum, prinsip dalam ibadah muamalah adalah sebagai berikut:

  1. Tidak melakukan jual beli barang yang haram
  2. Tidak menipu ataupun memanipulasi takaran, timbangan, dan kualitas barang
  3. Tidak melakukan suap, sogok, atau risywah
  4. Tidak melakukan kegiatan riba, termasuk bunga

Itulah perbedaan ibadah mahdhah dan ibadah muamalah. Pada dasarnya, setiap ibadah mahdhah adalah dilarang kecuali yang diperintahkan oleh Allah SWT, sedangkan setiap ibadah muamalah adalah boleh kecuali yang dilarang oleh Allah SWT.

Postingan populer dari blog ini

hadits pertemuan ke-13

Hadits pertemuan ke-7