Hadits pertemuan ke-3

Nama:Sri noptika siregar
Nim:1920100011
Ruang:08
Tugas hadits pertemuan ke-3

"Koneksi dengan kewajiban suami istri"

         Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat. ... (1) Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. (2) Isteri wajib mengatur urusan rumah-tangga sebaik-baiknya.
     Persetubuhan atau Hubungan Seksual artinya secara prinsip adalah tindakan sanggama yang dilakukan oleh manusia, tetapi dalam arti yang lebih luas juga merujuk pada tindakan-tindakan lain yang sehubungan.
  Mandi wajib adalah mandi yang 
dilakukanuntuk menhilangkan hadas-hadas besar. Ada sebab-sebab yang mengharuskan kita untuk melakukanmandi wajib, seperti selesai menstruasi, usai berhubungan seksual, mengeluarkan air mani, 

Keluar Air Mani
Muslim, no. 343). Menurut jumhur ulama, penyebab seseorang mandi wajib yakni karena keluarnya mani dengan memancar dan terasa nikmat saat maniitu keluar. Sehingga jika mani yang keluar sebab sakit atau kedinginan, bukan syahwat, maka tidak ada kewajiban baginya untuk mandi.


Mani adalah cairan berwarna putih yang keluar memancar dari kemaluan, biasanya keluarnya cairan ini diiringi dengan rasa nikmat dan dibarengi dengan syahwat. Mani dapat keluar dalam keadaan sadar (seperti karena berhubungan suami-istri) ataupun dalam keadaan tidur (biasa dikenal dengan sebutan “mimpi basah”).

Keluarnya mani menyebabkan seseorang harus mandi besar / mandi junub. Hukum air mani adalah suci dan tidak najis ( berdasarkan pendapat yang terkuat). Apabila pakaian seseorang terkena air mani, maka disunnahkan untuk mencuci pakaian tersebut jika air maninya masih dalam keadaan basah. Adapun, apabila air mani telah mengering, maka cukup dengan mengeriknya saja.

Mani adalah cairan berwarna putih yang keluar memancar dari kemaluan, biasanya keluarnya cairan ini diiringi dengan rasa nikmat dan dibarengi dengan syahwat. Mani dapat keluar dalam keadaan sadar (seperti karena berhubungan suami-istri) ataupun dalam keadaan tidur (biasa dikenal dengan sebutan “mimpi basah”).

Keluarnya mani menyebabkan seseorang harus mandi besar / mandi junub. Hukum air mani adalah suci dan tidak najis ( berdasarkan pendapat yang terkuat). Apabila pakaian seseorang terkena air mani, maka disunnahkan untuk mencuci pakaian tersebut jika air maninya masih dalam keadaan basah. Adapun, apabila air mani telah mengering, maka cukup dengan mengeriknya saja.

Hal ini berdasarkan perkataan Aisyah, Beliau berkata, “Saya pernah mengerik mani yang sudah kering yang menempel pada pakaian Rasulullah dengan kuku saya.”(HR. Muslim)

Anas bin Malik berkata, “Bahwa Ummu Sulaim pernah bercerita bahwa dia bertanya kepada Nabi Shallallahu'alaihiwasallam tentang wanita yang bermimpi (bersenggama) sebagaimana yang terjadi pada seorang lelaki. Maka Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bersabda, "Apabila perempuan tersebut bermimpi keluar mani, maka dia wajib mandi.""

Ummu Sulaim berkata, "Maka aku menjadi malu karenanya". 
Ummu Sulaim kembali bertanya, "Apakah keluarnya mani memungkinkan pada perempuan?" Nabi Shallallahu'alaihiwasallam bersabda, "Ya (wanita juga keluar mani, kalau dia tidak keluar) maka dari mana terjadi kemiripan (anak dengan ibunya)? Ketahuilah bahwa mani lelaki itu kental dan berwarna putih, sedangkan mani perempuan itu encer dan berwarna kuning. Manapun mani dari salah seorang mereka yang lebih mendominasi atau menang, niscaya kemiripan terjadi karenanya." (HR. Muslim no. 469)

Wadi adalah cairan putih kental yang keluar dari kemaluan seseorang setelah kencing atau mungkin setelah melakukan pekerjaan yang melelahkan. Keluarnya air wadi dapat membatalkan wudhu. Wadi termasuk hal yang najis. Cara membersihkan wadi adalah dengan mencuci kemaluan, kemudian berwudhu jika hendak sholat. Apabila wadi terkena badan, maka cara membersihkannya adalah dengan dicuci. 

Madzi adalah air yang keluar dari kemaluan, air ini bening dan lengket. Keluarnya air ini disebabkan syahwat yang muncul ketika seseorang memikirkan atau membayangkan jima’ (hubungan seksual) atau ketika pasangan suami istri bercumbu rayu (biasa diistilahkan dengan foreplay/pemanasan). Air madzi keluar dengan tidak memancar. Keluarnya air ini tidak menyebabkan seseorang menjadi lemas (tidak seperti keluarnya air mani, yang pada umumnya menyebabkan tubuh lemas) dan terkadang air ini keluar tanpa disadari (tidak terasa).

Air madzi dapat terjadi pada laki-laki dan wanita, meskipun pada umumnya lebih banyak terjadi pada wanita. Sebagaimana air wadi, hukum air madzi adalah najis. Apabila air madzi terkena pada tubuh, maka wajib mencuci tubuh yang terkena air madzi, adapun apabila air ini terkena pakaian, maka cukup dengan memercikkan air ke bagian pakaian yang terkena air madzi tersebut, sebagaimana sabda Rasulullah terhadap seseorang yang pakaiannya terkena madzi, 
“Cukup bagimu dengan mengambil segenggam air, kemudian engkau percikkan bagian pakaian yang terkena air madzi tersebut.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah dengan sanad hasan)

Keluarnya air madzi  membatalkan wudhu. Apabila air madzi keluar dari kemaluan seseorang, maka ia wajib mencuci kemaluannya dan berwudhu apabila hendak sholat. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah, “Cucilah kemaluannya, kemudian berwudhulah.” (HR. Bukhari Muslim)

و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عِبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيُّ حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ حَسَّانَ حَدَّثَنَا حُمَيْدُ بْنُ هِلَالٍ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ ح و حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا عَبْدُ الْأَعْلَى وَهَذَا حَدِيثُهُ حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ حُمَيْدِ بْنِ هِلَالٍ قَالَ وَلَا أَعْلَمُهُ إِلَّا عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ اخْتَلَفَ فِي ذَلِكَ رَهْطٌ مِنْ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ فَقَالَ الْأَنْصَارِيُّونَ لَا يَجِبُ الْغُسْلُ إِلَّا مِنْ الدَّفْقِ أَوْ مِنْ الْمَاءِ وَقَالَ الْمُهَاجِرُونَ بَلْ إِذَا خَالَطَ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ قَالَ قَالَ أَبُو مُوسَى فَأَنَا أَشْفِيكُمْ مِنْ ذَلِكَ فَقُمْتُ فَاسْتَأْذَنْتُ عَلَى عَائِشَةَ فَأُذِنَ لِي فَقُلْتُ لَهَا يَا أُمَّاهْ أَوْ يَا أُمَّ الْمُؤْمِنِينَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أَسْأَلَكِ عَنْ شَيْءٍ وَإِنِّي أَسْتَحْيِيكِ فَقَالَتْ لَا تَسْتَحْيِي أَنْ تَسْأَلَنِي عَمَّا كُنْتَ سَائِلًا عَنْهُ أُمَّكَ الَّتِي وَلَدَتْكَ فَإِنَّمَا أَنَا أُمُّكَ قُلْتُ فَمَا يُوجِبُ الْغُسْلَ قَالَتْ عَلَى الْخَبِيرِ سَقَطْتَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الْأَرْبَعِ وَمَسَّ الْخِتَانُ الْخِتَانَ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ 

(MUSLIM - 526) : Dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin al-Mutsanna telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah al-Anshari telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Hassan telah menceritakan kepada kami Humaid bin Hilal dari Abu Burdah dari Abu Musa al-Asy'ari --lewat jalur periwayatan lain-- dan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin al-Mutsanna telah menceritakan kepada kami Abdul A'la dan ini adalah haditsnya, Telah menceritakan kepada kami Hisyam dari Humaid bin Hilal dia berkata, "Dan saya tidak mengetahuinya melainkan dari riwayat Abu Burdah dari Abu Musa dia berkata, "Sejumlah Muhajirin dan Anshar berselisih dalam hal tersebut. Kaum Anshar berpendapat bahwa tidak wajib mandi kecuali disebabkan mengucurnya air mani atau keluarnya air mani. Sedangkan kaum Muhajirin berpendapat, 'Bahkan apabila seseorang telah mencampuri istrinya (sekalipun tidak keluar mani), maka dia telah wajib mandi.' Perawi berkata, "Abu Musa berkata, 'Aku adalah yang paling sehat dari pertikaian tersebut, lalu aku berdiri untuk meminta izin Aisyah, lalu dia memberikanku izin. Lalu aku berkata kepadanya, 'Wahai ibu atau wahai Ummul Mukminin, sesungguhnya aku berkeinginan untuk menanyakan kepadamu tentang sesuatu, dan sungguh aku malu kepadamu.' Lalu dia berkata, 'Janganlah kamu malu untuk bertanya kepadaku tentang sesuatu yang kamu dahulu pernah bertanya kepada ibumu yang melahirkanmu. aku adalah ibumu.' Aku bertanya, 'Apa yang mewajibkan mandi? ' Dia menjawab, 'Sungguh telah kau temukan manusia arif terhadap pertanyaan yang kau ajukan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Apabila seorang laki-laki duduk di antara cabang empat wanita (maksudnya kedua paha dan kedua tangan) dan bertemulah kelamin laki-laki dengan kelamin wanita maka sungguh telah wajib mandi'

Postingan populer dari blog ini

hadits pertemuan ke-15

hadits pertemuan ke-13

Hadits pertemuan ke-7